Sabtu, 01 November 2008

kerajaan Bima di NTB

Daerah bima yang sekarang ini merupakan sebuah kerajaan yang swapraja selama lima atau enam abad sebelum lahirnya Republik Indonesia. Jaman Sejarah daerah ini diperkirakan dimulai pada abad 11 masehi yang ditandai oleh adanya Prasasti Batu Pahat yang ada di Sowa Kecamatan Soromandi.
Pada dasarnya, sejarah kerajaan Bima hanya diketahui secara dangkal, disebabkan pemerintah Belanda boleh dikatakan tidak menaruh minat terhadap Bima, asal keamanan dan ketertiban tidak terganggu. Dua sumber lain dapat ikut menjelaskan perkembangan sejarah Bima. Pertama, ilmu arkeologi yang selama ini hanya mengungkapkan segelintir peninggalan yang terpisah-pisah. Namun ilmu arkeologi itulah yang barangkali akan berhasil menentukan patokan-patokan kronologi terpenting dari masa prasejarah sampai masa Islam. Kedua, sejumlah dokumen dalam bahasa Melayu yang ditulis di Bima antara abad ke-17 sampai dengan abad 20. Bahasa Bima merupakan bahasa setempat yang dipakai sehari-hari di Kabupaten Bima dan Dompu (nggahi Mbojo). Bahasa tersebut jarang, dan sejak masa yang relatif muda, digunakan secara tertulis. Beberapa teks lama yang masih tersimpan dalam bahasa tersebut, tertulis dalam bahasa Arab atau Latin. Tiga jenis aksara asli Bima pernah dikemukakan oleh pengamat-pengamat asing pada abad ke-19, tetapi kita tidak mempunyai contoh satu pun yang membuktikan bahwa aksara tersebut pernah dipakai. Oleh karena itu bahasa Bima rupanya tidak pernah menjadi bahasa tertulis yang umum di daerah tersebut. Pada jaman dahulu, bahasa lain pernah digunakan. Dua prasasti telah ditemukan di sebelah barat Teluk Bima, satu agaknya dalam bahasa Sanskerta, yang lain dalam bahasa Jawa kuno. Selanjutnya bahasa Makassar dan bahasa Arab kadang-kadang dipakai juga. Ternyata sejak abad ke-17 kebanyakan dokumen tersebut resmi ditulis di Bima dalam Bahasa Melayu.
dalam perkembangan dewasa ini, Bima muncul dalam dua pemerintahan yang antara satu sama lainnya saling mengelola wilayahnya masing-masing. Kota Bima misalnya yang dinahkodai Oleh Noli (M. Noor Latief) membawa Bima kearah pembangunan yang signifikan walau dalam kenyataannya masih banyak terdapat kekurangan tau kecerobohan didalamnya. sementara Kabupaten Bima yang dinahkodai oleh seorang putra Keraton Bima yakni dae Feri (Ferri Zulkarnain ST) yang walupun nampak tidak ada kemajuan yang signifikan, namun dalam hal ini sosok dae feri sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk masyarakat dan dana rorasa sebagaimana dalam mottonya ederu nami sura dou labo dana. tapi mestinya kita harus padukan hal itu dengan Motto : "Mbojo Ndaiku, Mbojo Ndaimu, Nbojo Ndaita, Mai ta kabua kasama" yang berimplementasi kepada sebuah penyadaran diri bahwa dana Mbojo yang kita cintai ini merupakan tanah kita bersama dan tanah ini merupakan tanah leluhur yang memiliki/mantau falsafah Maja Labo Dahu ra Nggahi Rawi Pahu

Tidak ada komentar: